MENDAKI
GUNUNG(TEKNIK MENDAKI GUNUNG)
A.
Pengetian
Mendaki
gunung adalah suatu olah raga keras, penuh petualangan dan membutuhkan
keterampilan, kecerdasan, kekuatan serta daya juang yang tinggi. Bahaya dan
tantangan merupakan daya tarik dari kegiatan ini. Pada hakekatnya bahaya dan
tantangan tersebut adalah untuk menguji kemampuan diri dan untuk bisa menyatu
dengan alam. Keberhasilan suatu pendakian yang sukar, berarti keunggulan
terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan diri sendiri.
Di
Indonesia, kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejak tahun 1964 ketika
pendaki Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan dan berhasil
mencapai puncak Soekarno di pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya (sekarang Papua).
Mereka adalah Soedarto dan Soegirin dari Indonesia, serta Fred Atabe dari
Jepang. Pada tahun yang sama, perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung mulai
lahir, dimulai dengan berdirinya perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung
WANADRI di Bandung dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala
UI) di Jakarta, diikuti kemudian oleh perkumpulan-perkumpulan lainnya di
berbagai kota di Indonesia.
Jenis
Perjalanan / Pendakian
Mountaineering
dalam arti luas adalah suatu perjalanan, mulai dari hill walking sampai dengan
ekspedisi pendakian ke puncak-puncak yang tinggi dan sulit dengan memakan waktu
yang lama, bahkan sampai berbulan-bulan.
Menurut
kegiatan dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering terbagi menjadi tiga
bagian :
1.
Hill Walking / Fell Walking
Perjalanan
mendaki bukit-bukit yang relatif landai dan yang tidak atau belum membutuhkan
peralatan-peralatan khusus yang bersifat teknis.
2.
Scrambling
Pendakian
pada tebing-tebing batu yang tidak begitu terjal atau relatif landai,
kadang-kadang menggunakan tangan untuk keseimbangan. Bagi pemula biasanya
dipasang tali untuk pengaman jalur di lintasan.
3.
Climbing
Kegiatan
pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik khusus. Peralatan teknis
diperlukan sebagai pengaman. Climbing umumnya tidak memakan waktu lebih dari
satu hari.
Bentuk
kegiatan climbing ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Rock Climbing
Pendakian
pada tebing-tebing batu yang membutuhkan teknik pemanjatan dengan menggunakan
peralatan khusus.
b.
Snow & Ice climbing
Pendakian
pada es dan salju.
4. Mountaineering
Merupakan
gabungan dari semua bentuk pendakian di atas. Waktunya bisa berhari-hari,
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Disamping harus menguasai teknik
pendakian dan pengetahuan tentang peralatan pendakian, juga harus menguasai
manajemen perjalanan, pengaturan makanan, komunikasi, strategi pendakian, dll.
Teknik
Mendaki
1.
Face Climbing
Yaitu
memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang
memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula
biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya
pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah
kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan
berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan
cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan
merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada
tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di
atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan
kestabilan yang lebih baik.
2.
Friction / Slab Climbing
Teknik
ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini
dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran
permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar
diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin.
Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya
gesek yang baik.
3.
Fissure Climbing
Teknik
ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah
berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan,
dikenal teknik-teknik berikut.
Jamming,
teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari
tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga
seolah-olah menyerupai pasak.
Chimneying,
teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara
celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi
tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan
menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua
kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
Bridging,
teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan
menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut.
Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga
berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
Lay
Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki.
Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring
sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan.
Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik
ke atas silih berganti.
Klasifikasi
Pendakian
Tingkat
kesulitan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, tergantung dari pengembangan
teknik-teknik terbaru. Mereka yang sering berlatih akan memiliki tingkat
kesulitan / grade yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang baru
berlatih.
Klasifikasi
pendakian berdasarkan tingkat kesulitan medan yang dihadapi (berdasarkan Sierra
Club) :
a)
Kelas 1 :
berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki khusus (walking).
b)
Kelas 2 : medan
agak sulit, sehingga perlengkapan kaki yang memadai dan penggunaan tangan
sebagai pembantu keseimbangan sangat dibutuhkan (scrambling).
c)
Kelas 3 : medan
semakin sulit, sehingga dibutuhkan teknik pendakian tertentu, tetapi tali
pengaman belum diperlukan (climbing).
d)
Kelas 4 :
kesulitan bertambah, dibutuhkan tali pengaman dan piton untuk anchor/penambat
(exposed climbing).
e)
Kelas 5 : rute
yang dilalui sulit, namun peralatan (tali, sling, piton dll), masih berfungsi
sebagai alat pengaman (difficult free climbing).
f)
Kelas 6 :
tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah rongga atau gaya geser yang
diperlukan untuk memanjat. Pendakian sepenuhnya bergantung pada peralatan (aid
climbing).
Sistem
Pendakian
1.
Himalayan System, adalah sistem pendakian yang digunakan untuk perjalanan
pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu. Sistem ini berkembang pada
pendakian ke puncak-puncak di pegunungan Himalaya. Kerjasama kelompok dalam
sistem ini terbagi dalam beberapa tempat peristirahatan (misalnya : base camp,
flying camp, dll). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil mencapai
puncak, sedangkan anggota tim lainnya hanya sampai di tengah perjalanan, pendakian
ini bisa dikatakan berhasil.
2.
Alpine System, adalah sistem pendakian yang berkembang di pegunungan Alpen.
Tujuannya agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Sistem ini lebih
cepat, karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, perjalanan dilakukan
secara bersama-sama dengan cara terus naik dan membuka flying camp sampai ke
puncak.
Persiapan
Bagi Seorang Pendaki Gunung
Untuk
menjadi seorang pendaki gunung yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara
lain:
1.
Sifat mental.
Seorang
pendaki gunung harus tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan di
alam terbuka. Tidak mudah putus asa dan berani, dalam arti kata sanggup
menghadapi tantangan dan mengatasinya secara bijaksana dan juga berani mengakui
keterbatasan kemampuan yang dimiliki.
2.
Pengetahuan dan Keterampilan
Meliputi
pengetahuan tentang medan, cuaca, teknik-teknik pendakian pengetahuan tentang
alat pendakian dan sebagainya.
3.
Kondisi fisik yang memadai
Mendaki
gunung termasuk olah raga yang berat, sehingga memerlukan kondisi fisik yang
baik. Berhasil tidaknya suatu pendakian tergantung pada kekuatan fisik. Untuk
itu agar kondisi fisik tetap baik dan siap, kita harus selalu berlatih.
4.
Etika
Harus
kita sadari sepenuhnya bahwa seorang pendaki gunung adalah bagian dari masyarakat
yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku yang harus kita pegang
dengan teguh. Mendaki gunung tanpa memikirkan keselamatan diri bukanlah sikap
yang terpuji, selain itu kita juga harus menghargai sikap dan pendapat
masyarakat tentang kegiatan mendaki gunung yang selama ini kita lakukan.
B.
PENGETAHUAN
AWAL YANG PERLU DI KETAHUI DALAM MENDAKI GUNUNG
Navigasi adalah pengetahuan untuk mengetahui keadaan medan yang
akan dihadapi, posisi kita di alam bebas dan menentukan arah serta tujuan
perjalanan di alam bebas.
Pengetahuan tentang navigasi darat ini meliputi
1. Pembacaan peta
2. Penggunaan kompas
3. Penggunaan tanda‑tanda
alam yang membantu kita dalam menentukan arah
Pengetahuan tentang navigasi darat ini merupakan bekal yang sangat
penting bagi kita untuk bergaul dengan alam bebas dari padang ilalang, gunung
hingga rimba belantara. Untuk itu memerlukan alat‑alat
seperti
1. Peta topografi
2. Penggaris
3. Kompas
4. Konektor
5. Busur derajat
6. Altimeter
7. Pensil
PETA TOPOGRAFI
Peta adalah gambaran dari permukaan bumi yang diperkecil dengan
skala tertentu sesuai dengan kebutuhan. Peta digambarkan di atas bidang datar
dengan sistem proyeksi tertentu. Peta yang digunakan untuk kegiatan alam bebas
adalah Pete Topografi.
Peta topografi adalah suatu representasi di atas bidang datar
tentang seluruh atau sebagian permukaan bumi yang terlihat dari atas dare
diperkecil dengan perbandingan ukuran tertentu. Peta topografi menggambarkan
secara proyeksi dari sebagian fisik bumi, sehingga dengan peta ini bisa
diperkirakan bentuk permukaan bumi. Bentuk relief bumi pada peta topografi
digambarkan dalam bentuk Garis‑Garis
Kontur.
C.
TEKNIK
MELANGKAH SAAT MENDAKI GUNUNG
Mendaki
gunung pada dasarnya adalah olah raga berjalan. karenanya penguasaan teknik
berjalan yang benar wajib diketahui terlebih dahulu.
berjalan
di gunung tentu saja tak sama dengan berjalan di trotoar. Di gunung anda harus
berjalan dengan beban di punggung, melintasi lembah, mendaki tebing, menuruni
lereng-lereng, atau meniti punggungan-punggungan yang tipis. Dengan medan
seperti itu ditambah dengan beban yang harus dibawa maka keseimbangan dalam
berjalan di gunung adalah mutlak.
Seperti
juga pejalan kaki yang lain, anda harus berjalan dalam satu irama yang tetap,
dengan kata lain, tidak kaku seperti robot. Tidak ubah bagai seorang penari,
berjalan di gunung pun punya seni tersendiri. Kalau seorang penari mempunyai
kenikmatan tersendiri dalam melakukan gerakan-gerakannya, maka seorang pendaki
yang berjalan dalam irama tertentu juga harus dapat merasakannya sebagai suatu
kesenangan tersendiri pula.
Ada
beberapa patokan yang harus diperhatikan dalam berjalan tentu saja melangkah,
inilah hal pertama yang harus diperhatikan. Berjalanlah dengan langkah-langkah
kecil, jangan memaksakan kaki untuk mlangkah terlalu lebar. Langkah-langkah
yang terlalu lebar menyebabkan berat badan seringkali ditunjang oleh satu kaki
saja karenanya keseimbangan badan pun gampang goyah.
Dengan
langkah-langkah yang kecil, berat badan dapat ditunjang secara mantap oleh
kedua kaki. Perlu di ingat bahwa kaki bukan hanya untuk menahan berat badan,
tetapi telah ditambah dengan berat barang yang ada dalam ransel. Dengan
langkah-langkah kecil, gerakan nafas teratur, dan ini merupakan cara yang tepat
untuk menghemat tenaga.
Bagi
pendaki yang berpengalaman, berjalan dua atau tiga jam tanpa istirahat
merupakan hal yang biasa. Tentu dibutuhkan kekuatan dan stamina yang cuma dapat
diperoleh melalui latihan dan pengalaman yang tidak sedikit. Akan tetapi,
sebagai ukuran minimal boleh dikatakan bahwa berjalan satu jam dengan istirahat
sepuluh menit adalah normal.
D.
MENDAKI GUNUNG
DENGAN AMAN DAN NYAMAN
Seorang pendaki gunung pada dasarnya menghadapi dua jenis rintangan
ketika melakukan kegiatannya. Rintangan yang pertama sifatnya ekstern, artinya
datang dari obyek yang sedang dihadapi. Obyek itu adalah gunung, dan rintangan
yang dihadapi berupa cuaca atau medan berat. Bahaya yang ditimbulkannya disebut
bahaya obyek (objective danger).
Rintangan jenis kedua sifatnya intern, yaitu datang dari si pendaki
gunung itu sendiri. Kalau si pendaki gunung itu tidak mempersiapkan diri dengan
baik, maka rintangan itu datang dari dirinya sendiri. Bahaya timbul disebut
bahaya subyek (subjective danger).
Di Indonesia, bahaya obyek bagi pendaki gunung secara umum tidak
terlalu besar. Keterjalan gunung-gunungnya relatif tak seberapa, cuacanya pun
hanya dipengaruhi oleh dua musim, musim kering dan musim hujan. Suhu udara
tidak terlalu dingin, terutama dibandingkan dengan gunung-gunung di daerah
subtropis. kalau akhir-akhir ini terlansir berita mengenai kecelakaan di
gunung, maka kesalahan banyak dilakukan oleh si pendaki, dari banyak segi masih
belum memadai. perlengkapan mendaki gunung adalah pokok pemikiran pertama bagi
setiap pendaki gunung.
Gunung dengan segala aspeknya merupakan lingkungan yang asing bagi
organ tubuh kita, lebih-lebih bagi mereka yang hidup di dataran rendah. Itulah
sebabnya mengapa kita memerlukan perlengkapan untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan di gunung. Perlengkapan yang baik adalah salah satu usahauntuk
mengurangi bahaya di gunung, baik obyek maupunsubyek.
SEPATU
Kegiatan utama dalam mendaki gunung adalah berjalan. Ini berarti
perlindungan terhadap kaki harus benar-benar diperhatikan. kaki harus
terlindung dari kemungkinan terluka karena duri atau batu yang terdapat di
sepanjang perjalanann. Sepasang sepatu yang baiklah yang akan melindungi kaki
yang gemar berjalan. Hal pertama yang harusa diperhatikan ketika memilih sepatu
untuk mendaki gunung adalah solnya. Jangan memilih sepatu yang mudah
tergelincir, misalnya karena solnya dari kulit. Pilihlah sepatu yang solnya
dari karet atau sintetis, terutama yang memakai tumit. Sol karet dengan kembang
yang besar akn membantu kaki menunjang badan dengan baik di gunung.
Di Indonesia, sepatu tentara yang banyak di jual di pasaran
merupakan pilihan yang cukup baik untuk mendaki gunung.
RANSEL
Memang banyak cara yang bisa dipakai untuk membawa barang yang
diperlukan untuk mendaki gunung. Bagi yang sudah terbiasa, beban yang berat
bisa dipikul atau dicangking di sebelah bahu dengan tas biasa. Tetapi bagi yang
tak biasa, beban berat yang jatuh di pinggang atau ditahan oleh sebelah bahu
akan sangat menyiksa. Untuk mereka, ransel merupakan wadah yang baik untuk
barang-barang yang diperlukan di gunung.
Dengan ransel, beban akan ditahan oleh kedua bahu secara merata.
Titik berat beban itu jatuh di tulang yang kuat, yaitu tulang belakang. Berat
beban di dalam ransel akan ditahan secara sempurna oleh kedua bahu kalau
pengepakan barang-barangnya tepat.
Barang yang paling berat harus diletakkan di bagian atas. Hal ini
penting dilakukan agar berat keseluruhan beban di rasnel itu tidak jatuh di
pinggang atau punggung. Dengan berpegang pada prinsi di atas, maka fungsi
ransel sebagai pembawa beban akan tercapai dengan baik.
PAKAIAN
Pakaian dari bahan katun cukup baik untuk mendaki gunung, terutama
karena kemampuannya menyerap keringat. Sayangnya pakaian dari bahan ini tidak
mampu menjaga badan agar tetap hangat apabila basah, misalnya dalam keringat.
Karena itu, seorang pendaki gunung harus amembawa pula pakaian cadangan
secukupnya. Bahan yang paling baik untuk pakaian mendaki gunung adalah wol.
Bahan ini masih mampu menjaga kehangatan badan kendati basah, juga cepat
mengering kembali.
Kesalahan yang paling mendasar yang dilakukan pendaki gunung
berpengalaman sekalipun adalah mengenakan celana atau jaket dari bahan jeans.
Bahan ini memang nampak kuat dan praktis, tetapi sulit sekali kering apabila
basah. Kalau sudah basah celana atau jaket jeans menjadi lebih berat lagi. Suhu
udara di gunung yang dingin akan terasa lebih dingin lagi kalau kita memakai
pakaian dari bahan jeans.
Selain pakaian untuk jalan, pendaki gunung juga memerlukan pakaian
untuk menghangatkan badan, terutama ketika sedang berhenti atau berisatirahat.
Baju tebal dari wol, misalnya sweater, merupakan pilihan yang cukup baik untuk
di gunung.
Pakaian atau jaket hangat lainnya yang hanya terdapat di pasaran
juga baik, asal sudah diperhitungkan kemampuannya untuk menghangatkan badan.
Kalau perlu, bawalah beberapa pakaian hangat sekaligus, tentu dengan
memperhatikan masalah praktisnya. Masalah yang lain yang harus diperhatikan
adalah usaha untuk menjaga agar pakaian dalam ransel tidak basah oleh hujan.
Pergunakanlah kantung plastik yang besar untuk membungkus pakaianpakaian itu.
Kalau perlu gunakan beberapa kantung plastik sekaligus. Jangan membiarkan
pakaian-pakaian itu basah. Gunung-gunung di Indonesia biasanya curah hujannya
tinggi. Perlengkapan untuk menahan hujan menjadi begitu penting disini. Banyak
kecelakaan di Indonesia pada dasarnya berpangkal dari perlengkapan hujan yang
tidak di bawa. Kematian yang mengakhiri kisah perjalanan di gunung kebanyakan
karena kelalaian ini, karena si korban tidak mampu menahan dingin karena
kebasahan.
Jaket hujan yang dilengkapi celananya membuat gerakan si pendaki
bebas. Ponco untuk hujan juga pilihan yang baik, karena bisa sekaligus dipakai
untuk menutupi ransel. ponco juga tidak menyebabkan keringat tertahan sehingga
menyebabkan kondensasi di permukaan kulit kita. Lagi pula ponco bisa dipakai
untuk kegunaan lain, seperti bivak, alas tidur atau duduk, menampung air dan
menutupi barang di luar ketika kita sedang beristirahat di dalam tenda.
Pemilihan warna untuk pakaian mendaki gunung bukan hanya berdasar selera. Untuk
memudahkan orang lain melihat kita, terutama kalau terjadi kecelakaan,
dianjurkan pendaki gunung memakai pakaian yang berwarna mencolok, misalnya
merah, kuning atau oranye. Dengan pertimbangan yang sama, usahakan pula memilih
warna yang mencolok untuk perlengkapan lainnya, seperti ransel, ponco, jaket
dan sebagainya.
TENDA
Seorang pendaki gunung yang seharian penuh berjalan membutuhkan
istirahat yang cukup untuk mengembalikan tenaga. Untuk itu dibutuhkan tempat
istirahat yang nyaman, aman dari gangguan dingin dan hujan. Ceruk batu atau gua
yang kering merupakan tempat yang baik untuk istirahat, tetapi sayang bentukan
alam yang seperti ini sukar dijumpai di gunung.
Pondok dari batang dan ranting pohon dapat saja dibuat, tetapi di
gunung tidak selalu diperoleh bahan-bahannya yang baik. Tenda adalah tempat
yang paling baik bagi pendaki gunung yang lelah. Beberapa hal harus
diperhatikan ketika memilih tenda untuk mendaki gunung. Pertama, tenda harus
terbuat daru abhan yang benar-benar kedap air. Tenda dari kanvas yang banyak
dijual di pinggir pinggir jalan tentu tidak baik untuk perlengkapan mendaki
gunung, karena tenda jenis ini tidak mampu menahan hujan lebat. Kedua periksalah
apakah tenda ini tidak lembab di dalamnya. Tenda yang terlalu rapat (tanpa
ventilasi) menyebabkan udara panas di dalam tenda tertahan sehingga menyebabkan
kondensasi, artinya lembab dan basah. Seperti yang sudah disebutkan, ponco
dapat pula dipakai untuk membuat bivak untuk pengganti tenda. Selain ponco,
untuk fungsi yang sama dapat digunakan lembaran plastik yang lebar. Ponco atau
plastik ini dipakai sebagai atap dengan tiang dari ranting atau batang pohon.
Ini usaha minimal yang praktis dan murah yang bisa dilakukan bila tidak
tersedia tenda.
PERLENGKAPAN TIDUR
Pakaian tebal, terutama dari wol mungkin sudah cukup untuk tidur di
gunung-gunung di Indonesia umumnya. Tetapi ini tergantung pada masing-masiang
orang, karena mereka yang terbiasa hidup di daerah panas tentu tak setahan
mereka ynag biasa hidup di daerah dingin. Sarung atau selimut mungkin cukup
hangat untuk di gunung, tetapi penggunaannya masih kurang praktis. Yang terbaik
adalah sarung tidur (sleeping bag) yang mampu menutupi seluruh tubuh dengan
baik, kecuali bagian kepala atau muka. Untuk menutupi bagian kepala,topi dari
wol yang disebut balaklava adalah pililhan yang terbaik. Topi ini bisa menutupi
seluruh kepala sekaligus, kecuali bagian mata dan hidung. Topi jenis ini juga
dapat dilipat-lipat, sehingga kalau perlu bagian yang menutupi muka bisa
dibuka. Hawa dingin dari tanah yang kita tiduri sering kali masih terasa,
kendati sudah memakai kantung tidur. Untuk menanggulanginya, tanah yang
ditiduri dialasi dulu dengan plastik atau daun-daunan. Matras yang banyak
dijual di pasaran akan baik sekali bila digunakan sebagai alas. Matras yang
praktis adalah yang bisa dilipat dan digelembungkan dengan tiupan mulut. Matras
yang terbuat dari karet busa juga pilihan yang baik karena kemampuannya menyekat
hawa dingin dari tanah, meskipun kurang praktis karena tidak bisa dilipat
kecil.
PERLENGKAPAN MASAK
Memasak dengan kayu bakar memang perlu diketahui caranya. akan
tetapi gunung di Indonesia biasanya lembab dan basah, karena curah hujannya
tinggi.. Kayu dari pohon gunung itu umumnya basah, sehingga membuat perapian
dari kayu akan memakan waktu dan tidak jarang menghabiskan banyak korek api.
Untuk menghindarkan dari kemungkinan tak bisa masak karena tidak ditemukan kayu
yang kering, maka sebaiknya pendaki membawa kompor yang kecil dan praktis.
Di beberapa kota besar di Indonesia bisa diperoleh kompor gas yang
kecil dan sangat praktis untuk perlengkapan mendaki gunung. Dengan beberapa
tabung gas cadangan, penggunaan kompor ini memang sangat membantu. Api yang
dihasilkan oleh kompor ini juga baik sekali, artinya cepat panas dan tidak
mengotori panci. Sayangnya, kompor ini harganya cukup mahal, lagi pula masih
susah mencarinya.
Jenis kompor yang praktis dan banyak di pasaran adalah kompor pompa
yang berisi minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Harga kompor dan bahan
bakarnya relatif murah, lagi pula sangat praktis bila dipakai untuk perjalanan
lama (seminggu atau lebih).
Kekurangannya adalah beratnya dan kita pun harus amembawa cadangan
minyak tanah, juga apinya tidak terlalu panas dan menyebabkan panci kotor dan
berkerak. Jangan mengambil resiko dengan membawa korek api tanpa dibungkus
plastik atau terlindung dari kemungkinan basah. Cara yang terbaik adalah
memasukkan batang-batang korek api beserta kertas pemantikkanya ke dalam tabung
bekas film. Tabung ini keda[p air, tetapi tidakl ada salahnya kalau
batang-batang kerek api beserta pemantiknya dibungkus dengan plastik, baru
dimauskkan ke dalamnya. Sebagai wadah untuk memasak, pilihlah panci yang kecil
dan praktis.. Di Indonesia, model panci susun yang disebut nesting merupakan
pilihan yang tebaik. Dengan prinsip yang sama, yaitu kecil dan praktis, pilih
juga cangkir, sendok dan pisau. jangan lupa membawa botol air dari logam atau
plastik. Gunung tidak selalu menjanjikan air yang cukup di sepanjang perjalanan
menuju puncaknya.
MAKANAN
Makanan yang praktis buat mendaki gunung adalah makanan yang siap
pakai (instan). Makanan jenis ini cepat masaknya, sehingga banyak waktu dan
bahan bakar yang dapat dihemat. Kebiasaan makan nasi di gunung harus dikurangi,
kalau bisa ditinggalkan untuk sementara. Masalahnya memasak nasi membutuhkan
waktu yang lama, sehingga menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras bisa
digantikan dengan makanan siap pakai yang banyak mengandung hidrat arang,
misalnya mie instant, biskuit, roti, coklat dan sebagainya. Pengaturan makanan
seaiknya mempertimbangkan kemudahan-kemudahan, terutama ketika sedang dalam
perjalanan. Makan pagi harus diusahakan terdiri dari makanan yang mudah masak
dan hangat, misalnya Supermie atau havermouth. Ini berdasarkan pertimbangan
bahwa perjalanan hari itu harus dimulai sepagi mungkin, menjaga kemungkinan
cuaca buruk yang bisa datang sewaktu-waktu.. Untuk makan siang, sebaiknya tidak
mengeluarkan makanan yang harus dimasak terlebih dulu, karena hal ini akan
memakan waktu yang lama. Meskipun demikian makanan ini harus tetap mengandung
hidrat arang yang cukup, misalnya saja coklat, biskuit atau roti. Barulah pada
waktu makan malam kita memasak makanan sepuasnya, karena saat itu sedang
beristirahat dan punya banyak waktu.
PERLENGKAPAN LAIN
Selain obat-obatan pribadi, setiap kelompok mendaki gunung harus
membawa perlengkapan P3K. Perlengkapan lain adalah senter, parang, kompas,
altimeter dan pete. Tentu saja perlengkapan lainnya masih ada, tetapi minimal
perlengkapan di atas sudah mencukupi.
DAFTAR PERLENGKAPAN
Biasanya membuat daftar perlengkapan sebagai usaha untuk mengecek
(check list) kekurangan-kekurangan yang mungkin ada. Setiap orang mempunyai
perlengkapan yang mungkin berbeda, tetapi fungsinya bisa sama. Karena itu
daftar perlengkapan setiap orang juga bisa berbeda. Sebagai patokan minimall,
daftar perlengkapan di bawah ini bisa di gunakan :
1.
ransel
2.
sepatu mendaki
3.
kaus kaki (dengan cadangannya)
4.
celana untuk jalan
5.
celana untuk tidur
6.
baju untuk jalan
7.
baju untuk tidur (sweater, baju wol dsb)
8.
kantung palstik besar (untukmembungkus pakaian)
9.
balaklava
10.
ponco/jaket hujan
11.
senter (berikut baterai cadangan)
12.
botol air
13.
golok dan pisau
14.
peta
15.
kompas dan altimeter
16.
buku catatan dan ballpoint
17.
tenda atau plastik untuk bivak
18.
kantung tidur
19.
alas tidur (matras tiup atau matras karet busa)
20.
kompor dan minyak tanah(atau kompor gas)
21.
panci/nesting
22.
korek api
23.
sendok dan cangkir
24.
makanan
25.perlengkapan
dan obat P3K
PERSIAPAN FISIK
Selain peralatan, persiapan yang tak kalah penting untuk mendaki
gunung adalah persiapan fisik atu kesegaran jasmani. Dasar yang paling penting
bagi pendaki gunung adalah tenaga aerobik, sebab kegiatannya sangat dipengaruhi
oleh transport oksigen melalui peredaran darah kepada otot-otot badan. Untuk
ini, seorang pendaki gunung harus melakukan latihan-latihan aerobik seara teratur,
yaitu lari atau berspeda. Selain aerobik, perlu juga dilatih kekuatan dan
ketahanan otot, terutama otot-otot yang banyak digunakan dalam mendaki gunung.
Otot-otot itu adalah bahu, punggung, pinggang dan kaki. Untuk itu, pendaki
gunung harus pula melatih berlatih dengan menggunakan beban seperti mengangkat
barbel dan sejenisnya.
PENGETAHUAN MEDAN
Untuk menguasai medan yang akan dihadapi, seorang pendaki gunung
harus menguasai pengetahuan membaca peta dan menggunakan kompas serta
altimeter. Pokok penting adalah membayangkan bentukan gunung itu melalui
garis-garis kontur yang ada di peta. Dengan melihat garis-garis kontur itu,
kita bisa membayangkan medan di gunung yang berupa pegunungan, lembah, sadel,
tebing curam, puncak dan sebagainya. Sebuah lintasan yang aman kemudian
direncanakan dengan memperhatikan garis-garis kontur itu. Cara lain untuk
mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya pada orang-orang
yang pernah mendaki gunung bersangkutan. Tetapi cara yang terbaik adalah
mengikutsertakan orang yang pernah mendaki gunung itu bersama kita, misalnya
penduduk sebagai petunjuk jalan. Tak ada gunanya malu atau segan membawa
petunjuk jalan
Memperkirakan waktu pendakian perlu juga dilakukan. Ini terutama
berguna untuk persiapan makanan. di jalan datar, jarak empat atau lima kilo
meter dapat ditempuh dalam waktu satu jam. Di gunung, perhitungan seperti itu
tidak berlaku. Mungkin perbedaan ketinggian merupakan satu cara yang lebih baik
untuk memperhitungkan waktu tempuh suatu pendakian, kendati masih tergantung
pada tingkat kecuraman gunung tersebut. Sebagai patokan, perbedaan tinggi 100
sampai 500 meter rata-rata dapat ditempuh selama satu jam.
TEKNIK MENDAKI
Teknik mendaki pada dasarnya adalah berjalan. Berjalan di gunung
harus dilakukan dengan langkah kecil-kecil. Langkah yang terlalu lebar akan
merusah keseimbangan badan, karena medan di gunung curam dan berat badan kita
sudah bertambah dengan beban di punggung. Kalau fisik baik, seorang pendaki
gunung umumnya dapat berjalan dua atau tiga jam tanpa istirahat. Sebagai ukuran
minimal, berjalan satu jam dengan istirahat sepuluh menit adalah sudahcukup
baik.
Ikuti jalan setapak yang sudah ada. Di gunung, jalan setapak
biasanya berkelok-kelok mengikuti kontur alam, sehingga tidak terlalu menanjak.
Tak usah memotong jalan setapak yang berkelokkelok itu. Lintasan biasanya
curam, lagi pula merusak jalan setapak yang sudah ada. Tak usah segan untuk
kembali turun dan memeriksa jalan setapak yang ada, seandainya lintasan di
depan meragukan.
Menuruni gunung tidak semudah yang diperkirakan banyak orang.
Justru kecelakaan sering terjadi ketika pendaki sedang menuruni gunung. Badan
yang lelah dan beban di punggung yang terasa semakin berat meyebabkan persoalan
tersendiri dalam menuruni gunung.
Seluruh berat badan mendorong kita ke bawah, sehingga kaki mendapat
beban yang lebih berat lagi ketimbang kalu kita sedang mendaki. Otot kaki
bekerja lebih berat, sehingga kemungkinan tergelincir, terkilir atau terguling
menjadi lebih besar. Kehilanngan jalan setapak sering kali terjadi ketika
sedang menuruni gunung. Rasa lelah dan langkah yang lebih cepat ketika turun,
seringkali menyebabkan erhatian terhadap jalan setapak menuurn.
Kalau akhirnya kita terpaksa menuruni gunung tanpa mengikuti jalan
setapak, primsip yang harus dipegang teguh adalah : ikuti punggungan gunung.
Kesalahan yang sering dilakukan oleh pendaki pemula adalah
mengikuti aliran sungai. Sungai menurut perhitungan mereka, menuju ke bawah dan
biasanya melewati kampung. Di gunung perhitungan ini tidak bisa dipakai, karena
sungai di sini bisa membentuk air terjun dan berada di dasar jurang yang dalam.
Mengikuti sungai di gunung menjadi sangat berbahaya. Kalau memang
mau mengikuti sungai, lakukanlah itu dari atas punggungan gunung. Jangan
mengikutinya di sungai itu sendiri.
PENYAKIT GUNUNG
Suhu udara gunung-gunung di Indonesia berkisar antara 12-7 derajat
celcius. Dengan perlengkapan yang baik, suhu udara seperti ini sebenarnya tidak
terlampau dingin. Tetapi adalah kenyataan, bahwa kematian yang banyak terjadi
di gunung Indonesia disebabkan karena udara yang dingin ini. Penyebabnya tak
lain adalah perlengkapan yang kurang, terutama untuk menahan hujan. Pakaian
yang basah dan badan yang tak terlindung dari angin adalah penyebab utama
kecelakaan itu. Pakaian yang basah mengurangi nilai insulasi (kemampuan menahan
panas) sampai 90%.
Di Indonesia kecelakaan yang banyak terjadi adalah exposure
(kehilangan panas badan), terutama disebabkan karena hipotermia (menurunnya
suhu badan). Masalahnya ternyata bukan karena udara gunung yang dingin, tetapi
karena badan yang basah karena hujan. Suhu badan yang menurun hingga 20 derajat
Celcius akan menyebabkan kematian seseorang.
Orang yang terkena hipotermia menunjukkan gejala-gejala : menggigil
secara berlebihan, berbicara kacau, lambat, membuat gerakan-gerakan ngawur,
berkurang ingatan dan berfikir sistematis, jalan sempoyongan dan kaki sering
tersandung, tampak letih sekali, susah berdiri walau baru istirahat dan
mengantuk terus.
Apa yang harus kita lakukan bila melihat gejala-gejala tersebut ?
Pertama, usahakan agar kita tidak tertidur. Tidur membuat kita kehilangan
kesadaran, sehingga badan tak mau lagi menghangatkan diri. Biarkanlah badan
menggigil karena gerakan ini menghasilkan panas yang setara dengan lari-lari kecil
atau dua batang coklat ukuran sedang yang dimakan setiap jam. Inii adalah usaha
secar biologis dari badan kita untuk tetap mempertahankan suhu badan.
Segeralah memakai pakaian kering. Hindari tempat yang banyak angin.
Kalau mungkin, buatlah api unggun untuk menghangatkan badan. Dirikanlah tenda
atau bivak, lalu masuk ke kantung tidur. Letakkan alas tidur yang kering
sebelum berbaring. Jangan biarkan badan dipengaruhi dinginnya tanah. Usahakan
untuk memasak air dan makanan, terutama yang manis dan mengandung banyak hidrat
arang. tetap bertahan hingga suhu badan normal.
Semakin tinggi suatu daerah, semakin tipis kadar oksigennya. Ini
mempengaruhi aktivitas seorang pendaki gunung karena hipoksia (kekurangan
oksigen). Kapasitas kerja fisik akan menurun. Memang tidak semua pendaki gunung
akan mengalami hal yang sama, karena pengaruh kekurangaan oksigen itu
tergantung pada masing-masing individu, terutama kesegaran jasmaninya. Ada
pendaki gunung yang sudah terkena pengaruh pada ketinggian 200 meter, tetapi ada
yang baru merasakannya pada ketinggian 4000 meter.
Pendaki yang terkenaapengaruh hipoksia akan memperlihatkan
gejala-gejala yang disebut penyakit gunungí (mountain sickness). Biasanya
gejala ini muncul karena si pendaki gunung terlalu cepat mencapai suatu ketinggian.
Munculnya pun setelah beberapa jam setelah si pendaki mencapai ketinggian itu.
Kumpulan gejala itu adalah sakit kepala, sesak nafas, tidak nafsu makan, mual,
muntah, diare, sakit perut, kemampuan mental dan ketajaman berfikir menurun,
badan terasa lemas, perasaan malas sekali, tidak dapat tidur, tangan dan bibir
menjadi biru dan denyut jantung berdenyut lebih cepat daripada biasanya.
Biasanya gejala-gejala ini akan menghilang setelah beristirahat selama 24 jam
sampai 48 jam. Kalau ini tidak berhasil, maka penanggulangan yang tepat adalah
secepatnya turun dan mengurangi ketinggian. Kalau sudah begitu umumnya
gejala-gejala itu akan berkurang setelah turun sekitar 500 atau 600 meter dari
kektinggian semula.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyakit yang
muncul di gunung sebenarnya faktor yang dapat diperhitungkan. Seseorang yang
sudah siap, baik perlengkapan maupun fisik, akan dengan mudah menghindarkan
diri dari kemungkinan terkena penyakit yang biasanya menyerang di gunung.
kemungkinan lain memang ada, misalnya terjatuh, tetapi masalahnya pun tetap
sama, yaitu persiapan yang baik
Banyak orang yang sering pergi mendaki gunung, menjelajahi hutan,
atau menyusuri pantai, tapi banyak pula dikabarkan ada orang yang tersesat. Padahal,
mereka mungkin telah berteriak keras untuk minta pertolongan. Tidak mustahil
mereka telah mencoba berbagai macam jalan, dari jalan setapak, jalan tikus,
terobosan babi sampai jalan penebang kayu. Tapi hasilnya justru terperosok
semakin jauh ke dalam hutan. Pada saat yang sama mungkin tim SAR sedang
bearusaha mencari mereka.
Tapi kembali dengan tangan kosong karena tidak ada petunjuk. Hal
itu sangat mungkin terjadi jika seseorang memasuki hutan tapi tidak menguasai
teknik komunikasi alam. Padahal itu tidak sukar. Paling sedikit anda dapat
mengenali jalan yang telah dilewati.
Lebih jauh anda dapat membantu rekan atau siapa saja yang ada di
belakang anda untuk mengikuti arah yang telah anda buat.
Di alam bebas, komunikasi isyarat mempunyai kedudukan yang sama
pentingnya dengan komunikasi lesan melalui radio atau pesan tertulis.
Komunikasi isyarat dapat dilakukan dengan menggunakan bebatuan, ranting, tanah
berlumpur, rumput, semak-seamk dan sebagainya. Dapat juga melalui semaphore,
morse atau asap. Atau isyarat visual lainnya seperti kain engan warna mencolok.
Bisa juga dengan menempatkan batu besar bertumpuk dengan batu kecil di
persimpangan jalan untuk memberi tahu arah mana yang dilewati. Dapat juga
dengan menyusun batu m e n y u d u t membentuk kerucut. Arah yang dituju
diberitahukan melalui peletakan batu di puncak kerucut. Ikatan rumput dapat
juga digunakan untuk menunjukkan arah, yaitu dengan membentuk puncak ikatan
kearah yang kita tempuh.
Di sini perlu ekstra waspada dengan semak-semak.
Semak-semak biasa tumbuh menutupi jalur serapak yang jarang
dilalui. Semak juga mudah sekali timbuh pada musim hujan yang berkelembaban
tinggi. Meski baru dua minggu ditebas, semak sudah tumbuh lebat.
Torehan pada pohon dapat dimanfaatkan, dibuat setiap 5-15 meter.
Bekas tebasan atau torehan sekaligus dapat mengisyaratkan berapa lama jejak
telah dibuat, yakni dengan menghitung apakah torehannya masih terlihat baru
atau sudah lama. Dari perkiraan itu dapat diperkirakan berapa lama anda dapat
menyusul teman anda. Pada jalur setapak yang bertanah liat, jejak sepatu
ataupun jejak jejak hewan akan tercetak jelas. Kau ada jejak-jejak lama, maka
anda dapt membandingkan dengan jejak baru. Dengan demikian dapat diperkirakan
kondisi tanah dan cuaca satu atau dua hari sebelumnya. Juga untuk memperkirakan
siapa dan berapa orang yang membuat jalan tersebut.
Dalam memberikan isyarat ada elompok yang lebih senang mengikatkan
tali rafia dengan warna mencolok misalnya merah pada ranting daripada melukai
pohon. Ada pula yang memberitahukan keberadaannya dengan membuang barang-barang
kecil seperti bungkus permen, bungkus korek api atau bungkus rokok. Dengan
mengenali barang-barang tersebut, anda dapat menerka identitas pembuat jejak.
Tapi cara ini hanya boleh dilakukan kalau keadaan benar-benar
darurat, karena cara tersebut tidak beda dengan membuang sampah sembarangan.
Syal pecinta alam yang berwarna kontras, dapat juga dipakai untuk menyampaikan
segala macam informasi melalui kode semaphore, atau petunjuk arah dalam keadaan
darurat. Cara dengan merobek kecil-kecil dan mengikatkan pada ranting. Selain
itu peluit merupakan alat yang murah dan efektif yang dapat digunakan untuk
memberitahukan keadaan anda.
Demikian juga dengan cermin dan senter. Hal penting yang perlu anda
perhatikan sebelum masuk hutan adalah mempersiapkan kelengkapan seperti kompas,
peta serta obatobatan. Tapi jika anda tidak punya, matahari dapat digunakan
untuk menunjukkan arah, juga aliran arah sungai. Satu hal lagi, usahakan anda
mengenal daerah yang dilalui dengan memperhatikan pohon-pohon besar atau tanda
lain yang mudah diingat. Jika anda tersesat di hutan, dalam mencari tempat
tidur, usahakan tetap tenang. Kepanikan akan menyebabkan anda melakukan
tindakan yang semakin memperburuk keadaan. Jika anda kemalamam atau kehujanan,
maka beristirahatlah.
Hematlah penggunaan makanan dan tenaga. Untuk istirahat anda dapat
mencari tempat-tempat yang aman seperti pohon, di ceruk atau di bawah tebing
yang kokoh. Untuk menginap, anda dapat mencari daerah yang berdekatan dengan
sumber air, tapi hati-hati terhadap banjir bandang terutama di daerah
pegunungan. Kemudian perhatikan juga keamanan dari hewan liar liar seperti
gajah dan ular. Disarankan untuk memubat api unggun atau yang dapat menyebabkan
hewan tersebut menghindar. Bila di pegunungan sebaiknya menghindari tidur di
bagian punggung gunung, karena daerah tersebut merupakan jalur lintasan satwa
yang mungkin membahayakan. Sebelum meutuskan tempat menginap, ada baiknya jika
anda melihat-lihat terlebuh dahulu keadaan sekitar anda dengan maemperhatikan
jejak-jejak hewan yang ada.
Mencari atau membuat tempat tidur yang nyaman dan aman mutlak
diperlukan, apalagi jika besok harus melkukan kegiatan yang memerlukan tenaga.
Mencari tempat tidur yang rata pada umumnya tidak masalah, karena kita dapat
membangun tenda atau bivak. Tapi jika harus mendaki gunung atau berada pada
daerah punggung gunug yang tanahnya tidak rata atau bahkan harus bermalam di
rawa berair, maka perlu mengetahui cara membuat tempat tidur yang yaman dan
aman.
Membuat tempat tidur di rawa dan gunung, bermalam di rawa berair
terpaksa dilakukan karena sesuatu hal yang membuat anda tidak mungkin mencari
dan menemukan daratan. Bila demikian yang terjadi, maka ada beberapa hal yang
dapat dilakukan. Jika rawa tersebut bayak ditumbuhi pohon ysng cukup rapat,
anda dapat beristirahat atau tidur dengan menggunakan tempat tidur gantung
(hamek) yang diikatkan kedua sisinya pada pohon, atau jika anda tidak membawa
tempat tidur gantung , maka anda dapat membuat semacam rakit dengan menyusun
kayu kering bertumpuk-tumpuk. Bagian teratas rakit tersebut disusun kayu dengan
rapi, rapat dan rata.
Dapat juga dilapis rumput agar lebih empuk dan dialasi plastik.
Rakit yang dibuat sebaiknya cukup tinggi, agar tidak basah oleh air rawa dan aman
dari gangguan hewan air seperti ular dan lintah.
Cara lainnya dengan karung. Hal ini dilakukan jika daerah rawa
mempunyai pepohonan yang cukup padat. Caranya masing-masing orang menggunakan
dua buah karung.
Kedua ujung karung tersebut dilubangi dan ditusuk dengan kayu
seukuran lengan (kira-kira tidak patah untuk dinaiki) yang panjangnya sekitar
dua meter. Kedua karung yang telah ditusuk tersebut dapat digunakan sebagai
alas, diikatkan pada pohon yang terdapat di rawa.
Jadilah anda membuat tempat tidur gantung darurat yang aman dan
nyaman. Bagian mulut karung sebaiknya menghadap ke dalam (saling
bertemu). Gunanya, bila dingin anda dapat masuk karung (tempat tidur darurat)
yang juga berfungsi sebagai sarung.
Di rawa biasanya banyak nyamuk. Untuk mengatasinya dapat
menggunakan obat nyamuk bakar yang digantung pada tempat dekat dengan tempat
tidur. Hal ini lebih efektif daripada menggunakan obat nyamuk semprot yang akan
segera hilang setelah beberapa saat.
Sedang penggunaan obat nyamuk lain yang dioleskan ke tubuh mungkin
akan memberikan efek samping bagi tubuh.
Untuk membuat tempat tidur di daerah pegunungan yang mempunyai
tanah tidak rata, secara umum sama dengan embuat tempat tidur di rawa. Tapi di
daerah pegunungan biasanya lebih dingin dan kita dapat menghangatkan badan
dengan membuat api unggun atau menghidupkan lilin/arang/batubara dibawag tempat
tidur kita.
Mencari makan
Karena terlalu lama tersesat, maka persediaan makanan yang anda
bawa habis, sedang anda belum tahu berapa lama lagi anda harus berada di hutan.
Cara yang dapat dilakukan adalah maencari makanan di hutan. Sebagian jenis
hewan dapat dimakan. Untuk menghemat tenaga dan menjaga kelestarian alam
sebaiknya mengkonsumsi tumbuhan.
Karena ada jenis tumbuhan yang mengandung racun, maka untuk
mengenali tumbuhan yang dapat dimakan bisa dengan memperhatikan hewan-hewan
yang ada. Umumnya tumbuhan yang dimakan hewan terutama primata seperti monyet,
dapat juga dimakan manusia.
Perhatikan pula bagian-bagian mana yang menjadi makanan hewan.
Misalnya jika beruk makan buah, maka harus dilihat apakah daging buah, biji
atau bagian lain yang dimakan beruk. Tumbuhan yang dapat dimakan biasanya tidak
mengeluarkan getah putih jika pucuknya dipotong. Ada beberapa macam tumbuhan
hutan yang mudah dikenali dan dapat dimakan seperti rambutan hutan (rasanya
sangat asam dan lebih enak jika dikunyah bersama bijinya), durian hutan, pucuk
dan buah kedongdong, buah gandaria, berbagai jenis pakupakuan,juga rebung
(bambu muda), dan berbagai umbi-umbian. Atau dapat juga bonggol/empulur batang
pisang atau umbut rotan muda. Jika kehabisan air, sementara sumber air sangat
sulit di dapat, anda dapat memperoleh air dengan memotong liana. Liana ada
beberapa macam, dan yang biasanya digunakan adalah yang berwarna kemerah-merahan/
kekuningan (Serabakbak, Lpg).
Caranya, potong liana kira-kira satu meter, maka akan keluar
airnya. Ciri-ciri air liana yang dapat diminum adalah jika air yang keluar
jernih dan rasanya tawar.jika air yang keluar berbusa, maka tunggulah sampai
busa tersebut hilang. Atau cari liana yang tidak mrngeluarkan busa, karena
jenis liana ini dapat memabukkan. Tumbuhan lain yang banyak menyimpan air
adalah bambu. Anda dapat mengambil airnya dengan melubangi ruas bambu bagian
bawah. Kadang, jumlah air pada bambu ini sangat banyak dan rasanya tawar.
FUNGSI
BERPAKAIAN
Salah
satu tujuan utama dari pakaian adalah untuk menjaga pemakainya merasa nyaman.
Dalam iklim panas busana menyediakan perlindungan dari terbakar sinar matahari
atau berbagai dampak lainnya, sedangkan di iklim dingin sifat insulasi termal
umumnya lebih penting.
Pakaian
melindungi bagian tubuh yang tidak terlihat. Pakaian bertindak sebagai
perlindungan dari unsur-unsur yang merusak, termasuk hujan, salju dan angin
atau kondisi cuaca lainnya, serta dari matahari. Pakaian juga mengurangi
tingkat risiko selama kegiatan, seperti bekerja atau olahraga. Pakaian
kadang-kadang dipakai sebagai perlindungan dari bahaya lingkungan tertentu,
seperti serangga, bahan kimia berbahaya, senjata, dan kontak dengan zat
abrasif. Sebaliknya, pakaian dapat melindungi lingkungan dari pemakai pakaian,
seperti memakai masker.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar yea :