BAB
I
PENDAHULUAN
Undang-undang
merupakan hukum dalam bentuk tertulis yang dibentuk menurut kewenangan
membentuk undang-undang. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 kewenangan membentuk
undang-undang berada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden. Pembentukan
undang-undang adalah bagian dari pembangunan hukum yang mencakup pembangunan
sistem hukum nasional dengan tujuan mewujudkan tujuan negara yang dilakukan
mulai dari perencanaan atau program secara rational, terpadu dan sistematik.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD
'45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik
Indonesia saat ini.
UUD
1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi
RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara
aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada
kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen),
yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Naskah
Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum
dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37
pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat
dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah
dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3
pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam
Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini.
B. Sejarah Awal
Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada
tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa
sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir.
Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama
Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia
Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat
"dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya"
maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia
disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya
diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa
Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan
UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
1. Periode
berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam
kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa
KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal
14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel
("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
2. Periode
berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada
masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan
dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari
negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan
sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
3. Periode UUDS
1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959
Pada
masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.
4. Periode
kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Karena
situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah
satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada
masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
Ø Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta
Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
Ø MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Ø Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September
Partai Komunis Indonesia
5. Periode UUD
1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada
masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang
dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang
Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33
UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancur hutan dan
sumberalam kita.
Pada masa Orde
Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara
melalui sejumlah peraturan:
Ø Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan
perubahan terhadapnya
Ø Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus
minta pendapat rakyat melalui referendum.
Ø Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
6. Periode 21
Mei 1998- 19 Oktober 1999
Pada
masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan
oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
7. Periode UUD
1945 Amandemen
Salah
satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan
di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir),
serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang
belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan
perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara
demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan
diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan
kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensiil.
Dalam
kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Ø Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan
Pertama UUD 1945
Ø Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
Ø Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga
UUD 1945
Ø Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945
C. Nilai-Nilai
UUD 1945
1. Naskah
Undang-Undang Dasar 1945
Ø Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan,
Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat
Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Ø Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 21 bab, 73
pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan
2. Tambahan.
Dalam
Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini.
D. Perubahan
UUD 1945
Salah
satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan
di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan
perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara
demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan
diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta mempertegas sistem presidensiil.
PEMBUKAAN
Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan
perjuangn pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Atas berkat
rachmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaanya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB I BENTUK
DAN KEDAULATAN
Pasal 1
1.
Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
2.
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Madjelis Permusjawaratan
rakyat.
BAB II.
MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
1.
Madjelis
Permusjawaratan rakyat terdiri atas anggauta-anggauta Dewan Perwakilan rakyat,
ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut
aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
2.
Madjelis
Permusjawaratan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu-kota
Negara.
3.
Segala
putusan Madjelis Permusjawaratan rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Madjelis
Permusjawaratan rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar
daripada haluan Negara.
BAB III.
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA
Pasal 4
1.
Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
2.
Dalam
melakukan kewadjibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
1.
Presiden
memegang kekuasan membentuk undang-undang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan
rakyat.
2.
Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk mendyalankn undang-undang sebagaimana
mestinya.
Perubahan Pasal
5
1.
Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 6
1.
Presiden
ialah orang Indonesia asli.
2.
Presiden
dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan rakyat dengan suara
yang terbanyak.
Pasal 7
Presiden
dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali.
Perubahan Pasal
7
Presiden
dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Pasal 8
Jika
Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa waktunya.
Pasal 9
Sebelum
memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berdyandji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusjawaratan rakyat atau
Dewan Perwakilan rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
,,Demi Allah,
saja bersumpah akan memenuhi kewadjiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan mendyalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya sert berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
dyanji Presiden (Wakil Presiden) :
,,Saja
berdyandji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewadjiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan mendyalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya sert berbakti kepada
Nusa dan Bangsa.”
Perubahan Pasal
9
1. Sebelum
memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden
(Wakil Presiden) :
“Demi Allah,
saja bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
Janji Presiden
(Wakil Presiden) :
“Saya berjanji
dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
2. Jika Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilian Rakyat tidak dapat mengadakan
Sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 10
Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan
angkatan udara.
Pasal 11
Presiden
dengan persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perdyandjian dengan Negara lain.
Pasal 12
Presiden
menyatakan keadaan bahaja. Sjarat-sjarat dan akibatnya keadaan bahaja
ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
1.
Presiden
mengangkat duta dan konsul.
2.
Presiden
menerima duta Negara lain.
Perubahan Pasal
13
3.
Dalam
hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.
4.
Presiden
menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 14
Presiden
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Perubahan Pasal
14
1.
Presiden
memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
2.
Presiden
memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat
Pasal 15
Presiden
memberi gelaran, tanda dyasa dan lain-lain tanda kehormatan.
Perubahan Pasal
15
Presiden
memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang.
1 komentar:
mantap euy ...
Posting Komentar
Komentar yea :